Membuat film dokumenter memang mampu dikatakan mudah-mudah sulit. Betapa tidak, meski dikatakan sama-sama produksi film, dibandingkan film fiksi ada banyak sisi film dokumenter yg ternyata sangat jauh tidak selaras .
“Boleh dibilang film dokumenter itu lebih fleksibel, umumnya dilakukan sang small film maker dan umumnya kebutuhan ke tempat pengambilan gambar bisa dua-tiga kali,” istilah produser dan sutradara film, Vivian Idris dalam keliru satu program diskusi pada XXI Short Movie Festival beberapa saat lalu.
Sesuai pengalaman Vivian sendiri, dia tak jarang melakukan pengambilan gambar dengan dicicil. Tiap terdapat dana baru pulang ke lokasi. “bila film fiksi bolak-pulang ke lokasi ambil gambar malah akan menambah porto, jadi secerpat mungkin selesai lebih baik,” kata Vivian.
Perbedaan akbar antara film fiksi serta dokumenter pula tampak pada keterlibatan menggunakan subyek film. bila pada film fiksi tentu tidak duduk perkara Bila masyarakat setempat mengetahui terdapat proses film berlangsung.
ad interim di film dokumenter sebab sifatnya yg lebih sensitif, sebagai akibatnya semakin sedikit yg terlibat semakin baik. “Sineas harus menghilang pada film dokumenter. Kita bukan subyek,” ungkapnya.
Sementara itu Yusuf Arifin, Pemimpin Redaksi CNN Indonesia yg jua menjadi pembicara pada diskusi itu mengatakan, waktu ditayangkan sangat sulit sebuah film dokumenter bisa menjadi terkenal. “sebab memang bukan hiburan, sifatnya beda elemennya.”
Menurutnya akan sangat menguntungkan bagi Produsen film dokumenter, Bila kondisi pada Indonesia mirip di beberapa negara Barat. di beberapa negara tersebut, film dokumenter malah menerima tempat buat diputar pada televisi. “Bahkan terdapat jua pada prime time. yg penting menarik ya tokohnya atau ceritanya. misalnya topik-topik yg kontroversial,” katanya.
Sebenarnya dengan perencanan yang tepat, pengolahan konten menarik, menurut Vivian, film dokumenter pula bisa menarik layaknya film fiksi. misalnya film Supersize Me atau Jagal yg malah mendunia.
Produsen film dokumenter mesti belajar di para penghasil film fiksi mulai dari dramaturgi, pembukaan, penutupan dan sebagainya. Jadi meski membawakan materi yg ‘berat’ tidak dibawakan secara berat jua.
“Tidak perlu selalu wajib linear,” pungkasnya. Vivian mencontohkan sineas Iran, Samira Makhmalbaf yg acapkali membuat film fiksi menggunakan pendekatan film dokumenter. Akting para aktor dirancang senatural mungkin. Hal ini dari Vivian mampu dibalik yakni membuat film dokumenter menggunakan gaya seperti film fiksi.
Sesudah jadipun sebuah film dokumenter masa sekarang punya kesempatan lebih luas buat mampu dikonsumsi lebih banyak orang. Yakni menggunakan memakai media umum dan melempar trailer ke situs menyebarkan video macam Youtube.
“Jangan malu berpromosi. Bahkan media sosial bisa dipergunakan buat mencari inspirasi dengan melempar pertanyaan apa yang paling relate menggunakan kehidupan orang,” istilah Vivian menyarankan.
Bagian paling sulit menghasilkan film dokumenter berdasarkan Vivian justru ada pada etikanya. Tiap pembuat film dokumenter wajib menyadari hal ini. “karena pada dasarnya waktu membentuk film dokumenter kita meminjam hayati orang lain. hayati mereka mampu berubah sesudah film itu jadi,” kata Vivian.
Dia memaparkan pengalaman pribadinya ketika menghasilkan film slot online pertama di RTP slot wacana sebuah kehidupan lokalisasi pekerja seks komersial (PSK). sesudah film jadi pemda setempat malah menutup lokalisasi itu. rakyat marah pada Vivian serta kru film lain sebab menuduh mereka telah merenggut asal rezeki. Vivian serta timnya untungnya bisa menjembatani duduk perkara itu.
“pada dasarnya Bila Anda menghasilkan film dokumenter, jangan tabrak lari. harus peduli dengan orang lain. Bahkan krusial untuk membuat surat pernyataan bahwa rekaman yg kita buat mampu jadi sebuah film,”ucapnya berbagi pengalaman.